Jean Piaget adalah salah seorang psikolog terkenal yang banyak mempengaruhi
perkembangan dunia pendidikan. Selama penelitian Piaget semakin yakin akan
adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa
anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir
kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan
orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan
kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa.
Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (Paul. S, 2001:24) dibagi menjadi 4
tahap antara lain:
1.
Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal
lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan
akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan
indera(sensori) dan tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran
– kesadaran adanya konsepsi yang tetap.
Contohnya: Di atas ranjang seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila
talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar
bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu
agar muncul bunyi menarik yang sama.
2. Tahap
persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Operasi adalah suatu proses berpikir
logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap
ini anak belum mampu melaksanakan operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol
dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran
dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan
memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu
dengan bentuk yang lain.
Contohnya: anak bermain pasar-pasaran
dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa, anak menirukan apa
saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat
untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan di sini, yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan
berbicara meskipun tanpa disadari.
3. Tahap operasi konkret (7 – 11
tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan
perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang
langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang – barang
yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.
Misalnya suatu gelas diisi air.
Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap
operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap
sebelumnya, anak masih mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam
menjadi bertambah.
4. Tahap
operasi formal (11 tahun ke atas)
Tahap operasi formal merupakan tahap
akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu
bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung.
Menurut Piaget (Paul Suparno, 2001:104) paling sedikit ada
empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu:
1.
Perkembangan organik dan kematangan system saraf.
Unsur biologis cukup jelas mempunyai
pengaruh dalam perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang
juga mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada saat
anak belum dapat berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam
berkontak dengan alam sekitar. Sehingga pemikirannya dan skema
yang ia miliki belum banyak berkembang.
2. Peran
latihan dan pengalaman
Latihan berpikir, merumuskan masalah dan
memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk
mengembangkan pemikiran atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai
dapat berpikir deduktif dan abstrak perlu mengembangkan diri dengan pengalaman
– pengalaman dalam menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam
pengalaman, yaitu:
a. Pengalaman
fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi
untuk mengabstraksi sifat – sifatnya. contohnya: pengalaman
melihat dan mengamati anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing
yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran orang itu tentang anjing.
b. Pengalaman
matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat
tindakan – tindakan terhadap objek itu. Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau
mengurangkan benda akan membantu pemikiran anak akan operasi benda itu.
3.
Interaksi sosial dan transmisi.
Dengan interaksi ini, seorang anak dapat
membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran
dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan
pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi,
pengetahuan itu datang dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun
masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu
sangat penting dalam pengembangan pemikiran seseorang, tindakan interaksi
sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri.
Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri
tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.
4. Ekuilibrasi
(kesetimbangan).
Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk
mencapai kembali kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui
asimilasi dan akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi
dasar seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran
dan pengetahuannya.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau
mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.
Misalnya seorang anak mempunyai konsep mengenai “lembu”. Dalam
pemikiran anak itu, ada skema “lembu”. Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa
lembu itu binatang yang berkaki empat. Berwarna putih dan makan rumput.
Di mana pengertian Skema yaitu struktur
mental seseorang di mana ia secara intelektual beradaptasi
dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali melihat lembu
tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan rumput. Suatu
saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu yang lain, yang
warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang menarik gerobak.
Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak memperkembangkan skema
awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang berkaki empat, ada berwarna putih
atau kelabu, makanannya rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema
lembu anak itu menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap
dipakai, tetapi juga dikembangakan dan dilengkapi.
Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali
pengalaman –pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada
atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.
Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa himpunan bilangan itu tetap
saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian siswa tersebut mengalami
pengalaman baru tentang adanya bilangan kardinal dan ordinal, bulat dan
pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur kognitifnya tetap yang
ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa sifat bilangan itu tetap
sama walaupun pengaturannya diubah. Dapat digambarkan sebagai berikut:
B. Penerapan Teori
Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
Penerapan dari empat
tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah
sebagai berikut:
1. Tahap
Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan kemampuan matematika
anak di tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan jika dia cukup
diperbolehkan untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap
sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung.
Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari,
mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan
mengingat apabila ada benda yang ia punya hilang.
2. Tahap
persiapan operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif
tahap persiapan operasional dalam dua bagian:
a. Umur
2 – 4 tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai
dapat menggunakan symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang
tidak tampak dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:
1)
Imitasi tidak langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno,
2001:51), Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat
dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat
membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri.
Contohnya: Bola sesungguhnya dalam
bentuk bola plastik.
2)
Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali
terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya:
Jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan.
Menurut Piaget, permainan tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam
menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan dan lain – lain
3)
Menggambar
Menggambar pada tahap pra operasional
merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur
permainan simbolisnya terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang
sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada usaha anak untuk
mulai meniru sesuatu yang real.
4)
Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara
pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih
mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau
transformasi yang ia amati. Contoh: deretan 5 kelereng berwarna coklat dan
hitam sebagai berikut:
Gambar.3
Dari gambar tersebut anak masih
beranggapan bahwa kelereng coklat lebih banyak daripada kelereng hitam karena
jarak kelereng coklat lebih besar daripada kelereng hitam. Apabila jarak
kelereng hitam dan coklat disamakan maka anak mengatakan bahwa jumlah kelereng
sama.
b.
Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak
semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih
mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau
penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan
4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah
yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak
kelereng merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng
kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A
tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng
merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa
anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran
bagiannya. Contoh lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah
yang lebih berat 1 Kg kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg
besi tanpa berpikir terlebih dahulu.
3.
Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan
system pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis.
Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa-
apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk
menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila
suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga
dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam
matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan
(<), dan persamaan (=).
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami
konsep penjumlahan yang seterusnya berlanjut
pada perkalian. Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih
cenderung tidak dapat menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah
dalam suatu keseluruhan yang masih kurang jelas.
Contohnya dalam menyelesaikan persoalan
berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada
rambut Sinta (S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada
rambut Lily (L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4.
Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu
berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi
untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat
melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami.
Contoh: Seorang anak mengamati topi
ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya
tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm
dengan jari – jari 21 cm.
Untuk
menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan
konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas)
= ⅓ × Ð» × r² × t²
= ⅓ × 3,14 × 7² cm² × 3 cm
= 154 cm³
Piaget tersebut dapat diimplementasikan
pada proses pembelajaran disekolah sesuai dengan teori perkembangannya itu
sendiri. Implementasi pada pembelajaran matematika yang akan diterakan berikut
hanya merupakan bentuk sebagian saja sebagai contoh yang cocok untuk
pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Tentu
yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model, pendekatan serta
metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.
Berikut contoh pembelajaran berdasar
pada teori Piaget sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah;
Pokok
Bahasan : Bangun
Ruang.
Sub Pokoh Bahasan
:
1.
Balok.
2.
Tabung.
3.
Prisma.
4.
Limas.
5.
Kerucut.
6.
Bola.
Pembelajaran di tingkat Taman
Kanak-Kanak (TK).
-
Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk
-
Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual
-
Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna jika
ada.
-
Demikian untuk balok, bola dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui
nama dan bentuknya saja.
Penjelasan;
Anak usia Taman Kanak-Kanak masuk
kategori pra operasional pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya
mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya sendiri.
Pembelajaran ditingkat Sekolah Dasar
(SD).
·
Anak sudah mulai di
perkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun yang dia ketahui tersebut.
·
Pengelompokan bangun
juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus, balok dan yang lainnya termasuk
bangun ruang.
·
Anak-anak juga
berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut sehingga ada pemahamannya tentang
apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu. Seperti kubus, tentu memiliki
panjang, lebar dan juga tinggi.
·
Keterhubungan unsur
yang dimiliki belum dijelaskan.
·
Melanjutkan
pembelajaran di kelas-kelas berikutnya sampai pada
operasi-operasi sederhana yang terdapat pada bangun itu.
Penjelasan;
Sesuai kurikulum pembelajaran tematik
bangun ruang ini baru diperkenalkan dikelas II SD, itu artinya
pembelajaran-pembelajaran sebelumnya tentu masih mengacu pada pra operasional.
Dan pada pembelajaran selanjutnya di SD ini sudah memasuki tahap Operasi
Kongkret sesuai teori perkembangan kognitif Piaget.
Pembelajaran ditingkat Sekolah Menengah
(SMP dan SMU).
·
Anak diajarkan
mengetahui bentuk, struktur, dan isi dari bangun-bangun ruang yang ada.
·
Tiap-tiap bangun ruang
itu anak-anak diminta mengetahui cara menghitung luas sisi, volume serta bentuk
permukaan dengan mengetahui bukaan dari bangun tersebut.
·
Aplikasi dengan dunia
nyata juga penting dilakukan sebanagi aplikasi materi yang diajarkan.
·
Khusus dijenjang SMU
hanya diperdalam dengan mengkaji unsur-unsur yang terdapat pada bangun ruang,
disamping mengulangnya kembali pembelajaran itu.
·
Pembelajaran di SMU
sudah sampai pada tingkat penalaran oleh pengalaman sendiri.
Penjelasan;
Materi bangun ruang di SMP diajarkan
dikelas VII semester 2, itu artinya erat dengan keterstrukturan materi
sebelumnya yang menjadi pendukung dalam pembelajaran materi ini. Anak di usia ini sudah masuk pada tingkat operasi formal, sesuai tingkat perkembangan
kognitif Piaget.
Pembelajaran di Perguruan Tinggi.
·
Di perguruan tinggi
bangun ruang sudah lebih didalami dalam satu mata kuliah geometri.
·
Pendalamannya lebih
dikaji lagi dalam teori Van Hiele.
Penjelasan;
Materi ini siswa/mahasiswa sudah mengandalkan
tahap deduktif, induktif, hipotesis dan logis. Tetapi tahap perkembangannya
tetap berada pada operasi formal sesuai tingkat kognitif Piaget.
KESIMPULAN
1. Guru sebagai seorang
pendidik bukan hanya mengetahui teori – teori belajar, Tetapi harus mengetahui
tahap – tahap perkembangan anak didik sehingga dapat membantu anak didik secara
lebih tepat.
2. Tahap perkembangan
intelektual anak dibagi dalam 4 tahap yaitu:
a.
Tahap Sensorimotor (0
– 2 tahun)
b.
Tahap Persiapan
Operasional (2 – 7 tahun)
c.
Tahpa Operasi Konkret
(7 – 11 tahun)
d.
Tahap Operasi Formal
(11 tahun keatas)
3. Unsur penting
dalam perkembangan kognitif yaitu:
a. Perkembangan organic
dan kematangan system seraf
b. Peran latihan dan
pengalaman
c. Interaksi sosial dan
transmisi
d. Ekuilibrasi
(keseimbangan)
DAFTAR PUSTAKA
Dkk, Karso. 1993. Dasar – Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbup
Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan
Pelaksanaanya di depan kelas, Surabaya : Usaha Nasional
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta :
Depdikbud
Nasution. 1999. Kurikulum Dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Ruseffendi. 1995. Pendidikan Matematika . Jakarta : Depdikbud
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta.
Suparno, Paul,Dr. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget,
Yogyakarta: Kanisius.