Social Icons

Senin, 19 Desember 2016

PONCOREJO MEMBAWA KEMBALI PIALA JUARA UMUM KE PANGKUAN

 Gebang, 18 Desember 2016.
Pekan olah raga dan seni antar anggota IPNU-IPPNU Kec. Gemuh telah bergulir. Setelah kurang lebih 6 tahun yang lalu, tahun 2016 ini baru kembali dilaksanakan di Desa Gebang Kecamatan Gemuh.  Berlangsung dari Jumat s.d Minggu tanggal 16 s.d 18 Desember 2016 dengan diikuti oleh 11 pimpinan ranting dan 4 pimpinan komisariat sehingga total peserta adalah 15 kontingen.

poncorejo
Perolehan Piala Kontingan Poncorejo
Karnval

Pimpinan Ranting IPNU-IPPNU Desa Poncorejo membawa misi besar dan berat, yaitu mempertahankan juara umum PORSENI. Sempat pesimis akan bisa membawa pulang piala juara umum, karena persiapan yang kurang matang dan memang sedang vakumnya kegiatan IPNU-IPPNU Poncorejo beberapa bulan ini. Namun, kehendak Allah SWT masih menginginkan PR. Desa Poncorejo kembali menjadi juara umum PORSENI IPNU-IPPNU PAC GEMUH 2016 setelah tahun 2010 juga menjadi juara umum di kandang sendiri.
                Kegiatan PORSENI dimulai hari Jumat tanggal 16 Desember 2016 pukul 14.00 dengan diawali lomba karnaval. Kemudian malamnya berlanjut lomba CCA (Cerdas Cermat Aswaja) babak penyisihan, khitobah IPNU, khitobah IPPNU dan rebana. Malam pertama sedikit lega, karena tim CCA berhasil melaju ke final yang akan berlangsung hari kedua. Sedangkan khitobah dan rebana masih belum disampaikan peserta siapa pemenangnya.
                Hari kedua berlangsung ramai dan sangat padat untuk pelaksanaan cabang lomba.  Pagi hari berlangsung cabang olaharaga lari marathon, sayang kontingen Poncorejo belum mampu menyumbangkan poin dengan hanya finis posisi 4. Pukul 09.00  langsung 3 cabang lomba sekaligus, tenis meja, volly , dan kaligrafi. Alhamdulillah tenis meja menyumbangkan 2 medali perak atas nama Dona Wahyu Mustofa (16 thn) dan Fitriya Damayanti (14 thn) dan volly IPNU masuk semifinal. Sedangkan volly IPPNU harus langsung terhenti oleh MTS NU 09 Gemuh. Sedangkan Kaligrafi belum bisa dipastikan.
karnaval poncorejo
Sebagian peserta Karnaval Kontingen Poncorejo
                Sesi kedua hari Kedua mulai pukul 13.00. pada sesi ini berlangsung 3 cabang lomba, yaitu: Catur, Mars, MTQ dan melanjutkan volly babak semifinal. Perolehan emas pertama berhasil didapatkan pada hari kedua dari cabang Catur IPNU atas nama Ericko (14 th) Sedangkan IPPNU terhenti di penyisihan melawan Desa Sedayu. Mars dan MTQ kembali belum bisa dipastikan karena belum diumumkan.
                Sesi ketiga hari kedua  jadwalnya harus dimulai pukul 19.00 namun karena ada Final piala AFF 2016 maka diundur dan mulai pukul 21.00. Terdapat 3 jenis lomba malam itu yaitu Fashion show, MTB dan CCA final. Sayang ashion show gagal masuk babak final. Sedangkan CCA  berhasil menyumbangkan perak ketiga setelah di babak final harus berakhir sama dengan tim MTS NU 08 Gemuh yaitu 1.050 poin. Akhirnya diberi pertanyaan tambahan, namun berhasil diambil oleh MTS NU 08 Gemuh. Tim CCA terdiri atas (Wahyu, Fitriya Damayanti dan Hurulin Khoirun Nisa).
                Esoknya semua atlet dan official PR.IPNU-IPPNU Poncorejo merapatkan barisan menuju lapangan sepak bola desa Gebang untuk memberikan dukungan kepada tim volly IPNU yang berhasil masuk ke babak final melawan PR. Sedayu. Alhamdulillah dengan perjuangan yang keras dan pertandingan yang sengit tim volly berhasil mempersembahkan medali perak.

                Sekali lagi selamat atas raihan prestasinya bagi Pimpinan Ranting IPNU-IPPNU Desa Poncorejo karena telah meraih dan mempertahankan gelar juara umum PORSENI PAC Gemuh Tahun 2016. Kalian bisa membuktikan bahwa PR. Poncorejo tidak hanya jago kandang namun bisa menunjukkan kemampuannya di kandang orang (walaupun cuma tetangga sebelah). Semoga ini bukan hanya euforia sementara. Lanjutkan perjuangan dengan mengkatifkan kegiatan rutin IPNU-IPPNU Desa Poncorejo dan turut serta membangun desa tercinta :)

poncorejo juara umum porseni

PONCOREJO JUARA UMUM PORSENI
Penyerahan Piala Juara Umum PORSENI

Tim Rebana
Tim CCA(Cerdas Cermat Aswaja)

Aksi Tim Rebana

Aksi TIm Rebana
Penyerahan Piala MTQ IPPNU

Aksi Tim Rebana
Kontingen Poncorejo Kaligrafi IPNU
Kontingen Poncorejo Kaligrafi IPPNU
Penyerahan Piala Lomba Tenis Meja IPNU
Tim MTB IPNU
Atlet Catur IPNU
Tim Volly IPNU
Kontingen Tenis Meja





Ketua IPNU-IPPNU Ranting Poncorejo 
MTQ IPPNU Poncorejo









Fashion Show Poncorejo
PONCOREJO PORSENI
Official dan Atlet Kontingan PONCOREJO






Rabu, 14 Desember 2016

Rasa(n) Guru

Berakhirnya masa kuliah bergelar sarjana pendidikan sudah sepatutnya saya bertanggungjawab dengan terjun ke dunia yangmana telah disiapkan untuk saya. Baru seminggu memasuki dunia pendidikan sebagai guru honorer telah memunculkan banyak sekali perenungan. Kenyataan di lapangan yang tidak sesuai dengan teori yang dipelajari, sudah lama saya prediksi dan terbukti. Namun, permasalahannya tidak sampai di situ. Ini lebih ke dalam idealisme. Namanya anak muda, yang menjadi senjata terkahir adalah idealisme.
Siswa pertama saya, sebagai guru semi resmi

Ketika teori tidak sesuai dengan lapangan dapat disiasati dengan bertanya kepada guru yang lebih senior. Namun ketika mengenai idealisme maka harus melalui pertempuran hati. Saya adalah tipe orang yang nonformal. Tidak suka dengan peraturan yang terlalu ketat, maka saya menghadapi murid-murid dengan santai, yang penting kenakalan mereka tidak keluar dari wajar kenakalan anak-anak. Kedua, saya lebih menekankan pada sikap dan perilaku. Lebih baik sikapnya terpuji daripada nilai bagus. Kalau bisa sih, dua-duanya. Namun, kalau tidak bisa, maka sikap adalah yang utama. Saya akan lebih cerewet kalau tentang sikap. Untuk nilai, itu karena sesuai kapasitas kemampuan otaknya masing-masing walau bisa dipaksakan, tetapi tidak begitu signifikan perubahannya. Sedangkan sikap memamng harus ditempa, karena terkait kemauan mengontrol diri. Kalau tidak dilatih dan diarahkan akan sulit dibentuk ketika dewasa (bukan tidak mungkin). Sedangkan kurikulum menuntut kemampuan anak tertuang dalam nilai yang baik :).



Lebih berat lagi perihal Ing Ngarsa Sung Tuladha. Sungguh sangat sulit. Namun tidak saya ambil pusing. Karena tidak ada manusia yang sempurna, bahkan seorang Nabi pun tidak sempurna. Pasti pernah melakukan kesalahan. Sedangkan saya manusia biasa, pastinya mempunyai sifat-sifat manusiawi yang tidak bisa dihilangkan walaupun masih bisa dikurangi. Sebagai guru dianggap masyarakat sebagai panutan yang bisa ditiru. Kalau bisa mengusahakan menjadi manusia panutan alangkah bagusnya. Namun kalau masih belum bisa, minimal jangan  menunjukkan kejelekan atau perilaku tidak terpuji di depan anak didik. Itu prinsip saya. Kalau tidak sengaja terlihat atau nampak, maka jangan segan meminta maaf. Ini malah bisa menjadi contoh kepada anak-anak. Kalau tidak ada manusia yang tidak berbuat salah. Yang terpenting kita berani mengakui kesalahan dan meminta maaf namun tetap berwibawa dan tidak menurunkan kepercayaan anak-anak kepada kita.
Kita sebagai lulusan pendidikan tinggal memilih menjadi guru, pendidik atau pengajar?.  Sedangkan saya berusaha untuk masih memegang idealisme saya. Bahwa siswa atau anak-anak memiliki keunikan masing-masing. Saya sampaikan selalu kepada mereka, sikap adalah yang utama. Nilai Ibu bisa beri. Yang terpenting kita belajar bersama saling mengingatkan bagaimana baiknya bersikap.
#################@@@@@@@@@@@@@@@@@@###################



Tak cukup permasalahan disekolah, tanggung jawab besar juga tertera saat kembali ke kampung halaman. Walaupun tempat kuliah hanya berjarak 45 Km dan masih bisa pulang sebulan sekali. Rasanya saya sudah terlalu mengenal lagi kampung halaman saya. Berdosa sekali kan?.  Prinsip saya yang selalu saya junjung adalah bermanfaat bagi sekitar. Tentu tidak mudah. Namun saya mencoba memulai dari awal. Dengan mengikuti kembali aktivitas di desa, guyub dengan pemuda. Sekadar nguri-nguri kegiatan. Saya bukan tipe yang mempunyai mimpi muluk-muluk. Sesedarhana saja, menjadi baik, bermanfaat bagi sekitar walau itu cuma lingkup tempat tinggal. Syukur-syukur bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Karena akan sangat berdosa sekali, ilmu yang kita raih. Pendidikan yang kita tempuh kalau tidak bisa menjadikan pribadi sebagai layaknya seorang terdidik :) 

Selamat menjadi pendidik, kita niatkan saja untuk menjadikan siswa kita menjadi baik, bukan hanya tentang pelajaran, namun lebih ke perilaku.
Ketika kita benar mencotohkan 2 pahala insyaAllah pahalanya, namun ketika kita berbuat salah inyaAllah masih ada 1 pahala yang tersemat. Karena dengan berbuat salah, orang lain masih bisa mengambil pelajaran dengan tidak mengulangi kesalahan yang dilihatnya. Wallahu'alam.

Kamis, 08 Desember 2016

JUST FOR MY MOM (Karena Do’a Ibu)

Alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah, akhirnya saya mendapat tambahan nama di belakang nama akta kelahiran. Gelar S.Pd. secara resmi telah menambah tenaga ekstra untuk menulis identitas tahun-tahun mendatang. Tambahan nama ini saya persembahkan untuk Ibunda tersayang yang merupakan asisten sutradara dari Allah yang “menjerumuskan” saya masuk ke dunia pendidikan ini :) .

            Cerita ini harus saya mundurkan 5 tahun ke belakang untuk memulainya tepatnya ketika saya duduk di kelas 12 SMA. Disela kesibukan kami mempersiapkan ujian nasional. Kami juga telah disibukkan untuk mulai memilih dan memilah guna menentukan perguruan tinggi mana yang akan kita masuki atau lebih tepatnya kita usahakan untuk dimasuki. Saat itu nilai raport saya menempatkan kesempatan untuk mendapat undangan memilih universitas yang akan dimasuki. Tahun itu masih bernama SNMPTN Undangan, yang mana kami  hanya berbekal nilai raport dari Kelas 10 sebagai perhitungan untuk masuk di sebuah perguruan tinggi tanpa mengikuti tes.
            Pengisian formulir berlagsung sedikit menguras tenaga dan pikiran. Salah satu guru BK saya sudah memberikan peringatan bahwa ketika memilih prodi harus sesuai dengan jurusan SMA nya (Padahal saat saya sudah masuk universitas, banyak yang masuk tidak sesuai jurusannya). Sepulang sekolah saya mencari tahu lewat internet dan mendapati bahwa ternyata prodi di universitas memiliki kategori bidangnya masing-masing. Mulai dari prodi IPA, IPS, Bahasa. Nah, sayangnya prodi PGSD merupakan prodi yang berjurusan IPS. Sesampainya di rumah lekas saya mendiskusikan dengan ibu mengenai hal ini. Ibu pun akhirnya melepaskan keinginannya agar saya memilih PGSD di formulir SNMPTN Undangan kali ini. Akhirnya saya memilih Kehutanan UGM dan Pendidikan Kimia di UNNES kalau tidak salah. Singkat cerita, entah memang saat itu Ibu diam-diam masih menginginkan saya memilih PGSD atau yang lainnya. Tetapi, saya percaya skenario Allah SWT untuk tidak meloloskan saya di SNMPTN Undangan adalah salah satunya dari do’a Ibu atau harapan Ibu. Bagaimana mau lolos, ketika saya mau mengirimkan persyaratan online ke sistem saja selalu bermasalah. Setiap istirahat anak-anak yang mendapat formulir Undangan akan ke perpustakaan dengan dibantu petugas perpus melengkapi persyaratan untuk Undangan. Ketika giliran saya, selalu saja bermasalah. Di layar sudah terkirim, namun ketika selanjutnya saya cek selalu belum masuk ke sistem mereka. Ini yang namanya takdir :). 
            Hasil dari SNMPTN Undangan sudah bisa ditebak, bahwa saya tidak lolos. Banyak yang menyayangkan. Namun tidak apa-apa, karena ada skenario lain untuk saya. Selanjutnya sayamembulatkan tekad harus berjuang di ujian tertulis SNMPTN. Untuk tes tertulis saya langsung banting setir dari jurusan SMA. Karena saya tahu keinginan Ibu hanya ingin anaknya masuk PGSD maka saya memutuskan untuk membeli formulir IPS yang saya isi dengan prodi PGSD dari 2 Universitas ternama di Jawa Tengah. Otomatis saya harus belajar mengenai Sosiologi, Ekonomi, Geografi lagi dari awal yang sudah 2 tahun ini tidak saya sentuh, dan meninggalkan atau sejenak melupakan Kimia, Fisika, Biologi :v. Alhamdulillah do’a Ibu sangat manjur. Persiapan 1 bulan penuh mengahdapi SNMPTN tulis berbuah manis. Saya dinyatakan lolos di PGSD UNNES.
anis saidah rahman
Kartu Ujian SNMPTN Tulis

Kalau tidak ada kejadian saya tidak lolos SNMPTN undangan mungkin saya akan tetap kekeh menuruti ego saya untuk melanglang buana ke hutan atau menjelajah Indonesia dengan profesi saya nanti. Walaupun sempat terjadi perdebatan panjang akhirnya saya luluh menurut pada Ibu. Beliau malam itu mengeluarkan wejangannya. Jarang sekali Ibu mengucapkan kata-kata yang sensitif berbau nasehat.
Karena prinsip beliau adalah “Silahkan lakukan semau yang ingin kamu lakukan, tapi bertanggungjawablah, jangan mengeluh dan terima resiko yang ada”. Malam itu Ibu mengeluarkan pendapatnya mengenai masa depan kehidupan saya. Padahal selama ini saya melakukan semuanya sekehendak saya. Segala pencapaian dari ranking 1, juara lomba atau pencapaian yang lainnya adalah murni keinginan saya, tidak pernah orang tua mengharapkan anaknya harus rangking 1 atau ikut berbagai kegiatan. Sedikit pembicaraan yang berbobot malam itu adalah membahas masa depan saya. Yang mana masa depan saya dimulai dari pemilihan jurusan kuliah saya.
“ Jenenge wong wedok, kerjo iku sampingan. Diniati mung mbantu keluargamu, mbantu bojomu sokmben. Ojo nganti kuwalik. Tugas utamane yo ngurus keluarga.
Nek awakmu dadi guru, kerjone mung setengah dina. Balek sekolah bisa ngurus anakmu lan keluargamu.
Dadi guru yo iso dadi amal jariah sok mben nang akhirat. Itung-itung ngamalke ilmu.”
Artinya
“ Sebagai seorang wanita, bekerja itu sampingan. Hanya untuk membantu perekonomian keluarga dan suami. Jangan sampai terbalik. Sedangkan tugas utamanya adalah mengurusi keluarga.
Ketika kamu menjadi guru, kamu bekerja hanya setengah hari. Pulang sekolah bisa dimanfaatkan untuk mengurusi anak dan keluarga.
Menjadi guru juga bisa sebagai ladang amal jariyah di akhirat. Niatkanlah untuk mengamalkan ilmu”
            Tidak saya pungkiri orientasi kuliah waktu itu adalah kerja. Perkataan itu saya renungkan ketika di dalam kelas. Selalu saya perhatikan guru-guru yang di depan. Saya pikirkan lagi dan lagi bagaimana baiknya.  Akhirnya saya luluh dengan pertimbangan mungkin jalan saya akan dipermudah jika menuruti kemauan Ibu. Saya selalu menurut pada Ibu akhir-akhir ini. Semenjak peristiwa yang paling membahayakan yang saya alami. Peristiwa itu terjadi ketika awal kelas 3 SMA. Saya ketika itu mengikuti les di kota Kendal. Saya bersama seorang teman selalu berboncengan naik motor ketika les. Pulang dari les pasti mendekati maghrib. Hari itu giliran memakai motor saya. Dari tempat les hampir maghrib namun kami paksakan pulang karena acara.
Di perjalanan selepas adzan maghrib saya masih bisa SMS adik teman saya untuk menjemput kakaknya. Namun, setelah itu saya tersadar sudah dalam posisi tertidur dan mendapat bantuan orang. Sepertinya kami jatuh. Lekas saya mencari tas saya yang berisi laptop milik kakak. Terdengar sayup suara “Kae, nang ngisor tronton!”. “Itu, di bawah mobil tronton!”. Tas berisi laptop sudah berada jauh di bawah mobil tronton yang berhenti di tepi jalan. Bergegas saya ambil, alhamdulillah masih utuh hanya sebagian tas yang sobek. Terlihat teman saya sudah dibantu warga ke salah satu rumah, sebelum menyusulnya, sempat saya menanyakan keberadaan motor saya dan meminta tolong warga menepikan ke depan rumah yang akan saya tuju (yang ada dipikiran saya waktu itu adalah antisipasi Polisi). HP teman saya hilang, sedangkan HP saya sudah tidak berdaya. Ternyata rumah itu adalah bibi teman saya. Langsung saya meminjam HP untuk mengabari Ibu, sedangkan penghuni rumah itu sibuk melihat kondisi teman saya yang ternyata bagian tangannya terluka. Setelah dicek sebentar oleh pamannya dia kemudian dinaikkan becak menuju RS Soewondo Kendal. Mengantarnya ke depan, saya masih linglung melihat keadaan jalanan malam itu dan bingung arah serta lokasinya. Setelah teman saya pergi, saya beristirahat di ruang tamu sambil mencoba menghubungi Ibu di rumah. Dosa saya saat itu adalah meminta Ibu jangan sampai Bapak tahu tentang hal ini. Tibalah Ibu bersama kedua kakak saya, sesampainya di rumah saya bersikap biasa saja, walau di bagian pinggang sedikit nyeri. Langsung menuju ke kamar ketika Bapak bertanya “kok ndadak di jemput”, hanya Ibu yang menjawab, “Kebanan”. Ibu menyusul ke kamar dan melihat kondisi dengan lirih mengucapkan “Ora sia-sia saben bar sholat Ibumu iki terus ndongake anak-anake ben slamet” ( Tidak sia-sia Ibumu ini selalu selepas sholat mendo’akan anak-anaknya agara diberi keselamatan). Satu kalimat yang membuat hati saya terenyuh. Jarang sekali saya menangis. Bahkan untuk persitiwa yang sesedih-sedihnya. Tapi ketika itu saya meneteskan air mata. Bukan karena rasa sakit namun keharuan dari rahasia yang diungkap Ibu.
Saksi Bisu
Esoknya, ternyata teman saya sudah dirujuk ke RS Tugu Semarang. Pacarnya yang memberi tahu saya dengan cukup kaget juga melihat kondisi saya kok bisa berangkat sekolah padahal pacarnya saja mengalami patah tulang. Namun saya terlihat baik-baik saja. Saya masih memakai motor dan seragam yang sama. Motor hanya sedikit tergores membulat kecil di bagian “slebor”. Sedangkan seragam saya hanya sobek kecil seperti jatuh biasa dibagian rok. Persitiwa itulah yang menyadarkan saya dengan sangat sadar bahwa do’a orang tua terutama Ibu dikabulkan Allah. Dan sampai detik ini Bapak saya tidak tahu-menahu mengenai kejadian itu. Bekas jatuh di motor hanya ditempeli stiker kecil. Beliau kira saya hanya jatuh kecil di sekolah. Tidak tahunya itu telah memakan korban tulang yang patah di bagian lengan atas. (Setelah artikel ini rilis, jangan beritahu Bapak yaaaaaa :D )

Kita tinggalkan sejenak cerita tersebut. Kembali ke cerita tentang proses kuliah. Alhamdulillah saya diterima di UNNES prode PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Ini pasti do’a Ibu. Terbukti, banyak teman yang berjuang bersama mengikuti tes yang saat itu dilaksanakan di UNDIP selama 2 hari banyak yang tidak lolos. Ketika malam telah pengumuman saya sebenarnya keesokan harinya sudah terjadwal untuk mengikuti tes masuk di IKIP PGRI (sekarang Universitas PGRI Semarang). Karena sudah terjadwal, saya ikuti saja tesnya bersama teman-teman yang masih sama saat berjuang di SNMPTN Tulis.
 Selama perkuliahan sebenarnya masih ada pertentangan dalam hati saya mengenai jurusan PGSD. Ketika SMA saya tidak ingin jadi guru karena apakah iya seluruh hidup saya dihabiskan di sekolah. mulai dari TK, TPQ, SD, MDA, SMP, SMA, Kuliah dan nantinya kerja di sekolahan. Tapi lambat laun perasaan itu menghilang dengan sendirinya. Saya mulai menikmati berada di dunia pendidikan. Sebenarnya cita-cita sewaktu kecil kalau ditanya memang ingin jadi guru. Tapi guru yang bukan di sekolah. Guru yang bisa keliling ke daerah-daerah menyatu bersama alam J .
Dunia pendidikan yang saya lihat selama ini tidak sesimpel pemikiran saya. Apalagi guru SD. Ternyata banyak sekali yang harus dikerjakan dan dipertimbangkan dalam berinteraksi dengan peserta didik. Guna membentuk manusia yang lebih baik lagi. Dengan gaji guru yang ala kadarnya. Tapi dengan beban hidup yang alangkah besarnya. Mereka rela membagi waktu memenuhi tugas dan memenuhi kebutuhan. Saya bisa mengatakannya karena Ibu adalah guru SD. Perjuangan beliau hijrah dari Yogyakarta tanah kelahirannya ke Jawa tengah meninggalkan keluarga tercinta adalah demi menjadi seorang guru. Niat saya pun sudah bulat. Profesi guru adalah lahan beramal, untuk amal jariyah yang tidak akan mati walau jasad kita sudah terbujur di peti. Semoga selalu istiqomah dan teringat di hati.  
Perjuangan untuk menjadi guru ternyata mengalami masalahnya di penghujung perkuliahan. Tugas akhir skripsi menjadi momok tersendiri. Selalu saya meminta do’a Ibu untuk melancarkan jalan mencapai gelar Sarjana Pendidikan ini. Di tengah perjuangan itu, Ibu memberikan tawaran sulit. Saya diminta mengisi sebuah kelas yang gurunya tidak jelas keberadaannya. Saya coba sehari, namun pikiran saya masih tertuju pada skripsi. Akhirnya saya melepaskannya, itu sekitar Januari 2016, yang mana kesibukan saya hanya menyelesaikan skripsi. Sudah tidak ada kuliah lagi di kelas. Namun, alkhamdulillah ada tawaran lain dari tempat les yang dulu saya ikuti, tidak berpikir panjang saya terima karena sesuai waktunya dan bisa sebagai investasi lahan pekerjaan sampai nanti saat sudah lulus.
Penyelesaian skripsi ternyata tidak semudah rencana yang telah kita susun. Ada saja halangan dan rintangannya. Saya bisa mengaktegorikan 3 faktor yang memiliki kuasanya di bagian ini. Pertama, tentunya Tuhan YME, jika diulurkan lagi lebih jauh Tuhan memiliki kaki tangan yaitu orang tua, karena ridho orang tua adalah ridho Tuhan. Kedua, birokrat yang di dalamnya terdapat Dosen, Kampus dan Subjek penelitian. Ketiga, adalah mahasiswa. Sesulit apapun cobaan yang dihadapi   jika mahasiswanya tetap memupuk semangat dan selalu berdo’a kepada Tuhan, serta meminta do’a kepada orangtua dan tidak lupa mendo’akan guru, dosen untuk selalu diberi kesehatan dilapangkan hatinya, maka tinggal keputusan Tuhan yang memiliki kuasa ketok palunya.
Salah satu pemacu semangat untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sekali lagi Ibu. Selalu beliau bertanya, “bagaimana skripsinya?” dan pertanyaan itu baru bisa terjawab masih proposal sekitar bulan Februari s.d April. Hingga sekali lagi entah mulai dari mana percakapan ini hingga menjurus ke perasaan bersalah. “Kalau bisa, lulus 8 semester. Biar Ibu bisa istirahat. Uangnya bisa buat yang lainnya.”. Maklum, semenjak Ibu memutuskan untuk memasukkan saya ke perkuliahan ini Bapak sudah tidak bisa membiayai. Bapak inginnya saya mondok. Jadi mau tidak mau Ibu yang membiayai semuanya. Bapak hanya bisa memfasilitasi sepeda motor yang sudah diberikan semenjak SMA. Rasa bersalah kembali lagi muncul ketika Ibu mengungkapkan keinginannya untuk saya bisa memanfaatkan kesempatan yang dahulu pernah ditawarkan yaitu mengajar di sekolah tempat Ibu bekerja. Kebetulan akan ada kelas kosong, karena ada satu guru yang bermasalah dan akan pindah. Otomatis saya memasang target Juli 2016 ketika tahun ajaran baru 2016/2017 dimulai saya sudah lulus. Namun, kembali kenyataan berkata lain. Sampai tahun ajaran baru saya hanya mampu sampai menyelesaikan Bab V. Belum sampai dinyatakan lulus. Dengan sedikit berdiskusi dengan Ibu saya akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri menerima tawaran masuk ke sekolah Ibu. Karena Kepala sekolah sudah memberikan sinyal kalau saya tidak masuk ajaran baru, maka akan mencari guru lain. Dengan konsekuensi yang sudah saya siapkan untuk terima yaitu skripsi yang pasti akan semakin terhambat. Karena domisili sudah di Kendal saya terima tawaran itu dan menjadi guru “selundupan” J
Kembali, keajaiban Tuhan berbicara. Selang seminggu setelah saya menjadi guru gadungan dan harus laju Kendal-Semarang, saya mendapat jadwal sidang skripsi. Dijadwalkan tanggal 26 Juli 2016. Seminggu dari keluarnya jadwal. Saya meminta cuti seminggu untuk mempersiapkannya. Karena dosen penguji utama adalah beliau yang sudah terkenal kedisiplinan, ketelitian dan kewibawaannya yaitu Dr. Eko Purwanti. Sempat panas dingin selama persiapan sampai hari H. Alhamdulillah beliau yang ditakutkan tidak semenakutkan seperti biasanya. Sidang juga berjalan lancar walau sambil menahan batuk, menggigil di ruangan ber AC.  Masih harus berjuang kembali. Saya kembali ke Kendal dan bolak-balik ke Semarang setiap harinya setelah pulang sekolah dan pulang Kendal malamnya lagi untuk menyelesaikan revisi skripsi. Baru sebulan kemudian saya sudah bisa bernafas lega karena dinyatakan lulus tepat sehari sebelum perayaan Indonesia merdeka yaitu tanggal 16 Agustus 2016, inilah kemerdekaan sesungguhnya bagi saya di tahun ini. Akhirnya saya sedikit bisa mengurangi intensitas perjalan jauh Kendal Semarang ketika sudah dinyatakan lulus. Walaupun akhirnya pengorbanan yang sesungguhnya akhirnya saya dapatkan. Ketika kenyataan yang cukup pahit harus didapatkan. Ketika hanya selang 3 jam sebelum saya mendaftar wisuda ternyata kuota wisuda terdekat sudah ditutup. Mencoba mengihklaskan saya harus menunggu 4 bulan lagi untuk mendapatkan ijazah yang sudah ditagih terus menerus oleh Kepala Sekolah.

anis saidah rahman, wisuda
Toga untuk Ibu
Mendekati wisuda sudah tidak begitu antusias lagi. Karena dunia saya sudah di sini. Sekolah dasar tempat mengabdi. Saya menantikan wisuda hanya untuk segera mendapatkan ijazah sebagai persyaratan pendataan dapodik. Wisuda kali ini pun saya memakai seperti apa yang Ibu inginkan. Dari pakaian sampai sepatu. Yah karena saya merasa ini adalah wisudanya Ibu. 4 tahun lalu kami  masih berdebat tentang saat ini. Dan ujung jalan ini, gelar sarjana pendidikan tersemat di belakang nama anak ragil perempuan satu-satunya adalah keinginan Ibunda tercinta. Semoga sedikit membuat senyum tersemat. Dan sedikit mengurangi beban beliau. Semoga bisa menjaga amanah ini untuk menjadi pendidik yang baik dan sesuai dengan niatan awal, ketika pertama kali memutuskan untuk mengambil jalan ini. 

anis saidah rahman


 
Blogger Templates