Social Icons

Selasa, 14 Oktober 2014

Ketika Mencari Pemimpin

  1. Sikap ia sebelum memimpin
Bagaimana perilaku calon pemimpin ketika belum jadi apa-apa menjadi salah satu hal yang sangat vital diperhatikan. Kondisi saat itu adalah kondisi ia yang sebenarnya. Ketika terlihat ia sangat peduli akan negaranya ketika belum jadi apa-apa maka bisa jadi ia adalah orang yang mempunyai ketulusan untuk negara namun juga tidak boleh diingkari kemungkinan itu adalah sebuah persiapan pencitraan guna meraih ambisinya untuk
memiliki kedudukan. Dilain pihak ada orang-orang yang seblum jadi apa-apa ia biasa saja, berjalan dijalurnya dengan dinamis. Namun ia memiliki potensi untuk membawa perubahan.
  1. Kemungkinan sikap ia setelah memimpin
Setelah kita memahami bagaimana perilaku ia sebelum  memimpin dan mulai memilah-milah. Pemikiran selanjutnya yaitu bagaimana sikap ia setelah jadi pemimpin. Biasanya orang akan membayangkan bagaimana kedepannya atas sikap yang sekarang. Orang yang dulunya keras dan kaku dikhawatirkan akan memimpin dengan otoriter orang yang dulunya bersahaja dan kalem ditimang-timang akan memimpin dengan penuh kasih sayang, orang yang dulunya  pekerja akan larut atas eksplorasi dirinya yang mengurusi sana sini.
            bayangan bayangan itu akan muncul seperti yang disebutkan jika orang-orang sekitar tidak memahami secara mendalam akan calon pemimpinnya. Orang yang terlihat kaku sebelum jadi pemimpin belum tentu ia otoriter, ia bisa berubah menjadi penyayang namun tegas ketika tanggungjawab diembannya. Sedangkan orang yang bersahaja dan kalem belum tentu ketika memimpin ia mampu memimpin dengan kehangatan dan mampu mengatasi masalah konflik internal karena kesahajaannya. Bisa saja ia malah tergerus oleh arus masalah yang deras menerjang dan kurang tanggap akan permasalahan. Orang yang dulunya pekerja belum tentu selamanya ia akan turun tangan sendiri ketika ia sudah jadi pemimpin, bisa jadi ia malah seorang pemimpin yang memahami keadaan secara mendalam karena ia berpengalaman selama ia telah merasakan sendiri bagaimana kondisi lapangan
  1. Jejak rekam ia
Jejak rekam ia sebagai pemimpin bisa jadi bahan pertimbangan ketika ingin memilihnya menjadi pemimpin lagi. Jika dahulu ia sudah baik dalam mengemban amanah memimpin sangat besar kemungkinan ia baik dalam kepemimpinan ini, tapi ada kemungkinan lain, jika ia masih tertimbun kenangan masa lalu ditambah ketika Ia tidak dapat memahami bagaimana kondisi lingkungan saat ini dan tidak cepat beradaptasi dengan tipe kepemimpinannya maka bisa jadi sejarah baik dulu kala tidak dapat diulangi lagi saat ini. Di lain pihak orang yang dahulu kurang bagus dalam memimpin atu bisa dikatakan gagal dalam memimpin maka kebanyakan orang akan beranggapan bahwa ia tidak layak memimpin. Padahal tersimpan pelajaran potensi besar dalam dirinya karena ia sudah merasakan pahitnya gagal memimpin dan ia telah belajar banyak dari kegagalannya. Kegagalan dari masa lalunya itulah yang menjadi bekal dalam memimpin kedepannya.
  1. Pemahaman akan kondisi saat itu
Pemahaman akan kondisi saat itu maksudnya yaitu sebelum menjadi pemimpin ia telah menentukan sikap akan kondisi permasalahan saat itu. Hal tersebut tercermin dari perilkunya menghadapi sebuah masalah atau saat menghadapi tantangan. Ketika ia tanggap dan antusias dalam menyelesaikan masalah tersebut, bisa dikatakan ia paham akan kondisi saat itu. Ketika ia masa bodoh dengan tantangan yang ada, maka tingkat kepekaannya kurang dan bisa diisyaratkan bahwa ia kurang memahami akan permasalahan saat itu.
  1. Gaya bicara
Banyak orang yang mendekte bahwa seorang pemimpin ya berbicaranya harus mengesankan sebagai pemimpin. Berbicara dengan bijaksana, santun, kalem, retorika dan penuh wibawa. Sebaliknya, orang yang ceplas ceplos dan ala kadarnya biasanya kurang pantas dalam memimpin. Namun, hal tersebut menurut saya tidak berlaku. Terkesan menutup mata. Jika memang orang yang ceplas ceplos dia mampu dan layak memimpin, kenapa tidak. Ketika orang yang retorikanya bagus namun ia hanya pandai bicara dan nol dalam tindakan mungkin malah perlu pertimbangan lagi. Walaupun ketika mencari pemimpin adalah memang ia yang tidak usah pandai bekerja, cukup orang yang mamu berpikir tetapi pengalaman lapangan tidak boleh dianggap remeh.
  1.  Rasa Memiliki
“kemanapun kamu melangkah, bawa serta hatimu” sepuah kata bijak yang dapat diartikan bahwa ketika kita bertindak dengan hati maka hasilnya adalah dapat membanggakan hati. Bertindak dengan hati mengharuskan kita mempunyai rasa didalam kita melangkah. Seorang pemimpin ketika tidak mempunyai hati dalam bidangnya maka ada sesuatu yang kurang ketika ia melangkah. Beda ketika ia dari awal telah menjatuhkan hatinya masuk ke bidangnya dan menikmati segala aktivitasnya maka dapat dipastikan ia mampu membawa perubahan yang lebih baik. Karena dari hatinya lah tumbuh sesuatu yang ikhlas dan akhirnya menular pada otak yang menghasilkan pemikiran positif kemudian menghasilkan inovasi bagi kelangsungan bidangnya.


Selasa, 07 Oktober 2014

Belajar dari sebuah pensil

Seorang guru pernah berpesan kepada saya, bahwa dalam hidup di dunia ini resapilah prinsip pensil.
Sebelum pensil keluar dari pabriknya dan mulai digunakan ia diberi beberapa nasehat bahwa kelak ia akan :

11. Bergantung kepada tangan yang mengunakan
Jika pensil dipegang oleh tangan anak kecil ia hanya digunakan untuk mencoret saja, namun ketika ia dipegang oleh seorang pelukis, ia akan digunakan membuat karya yang indah.

Sama halnya dengan diri kita, lingkungan tempat kita bermasyarakat sangat berpengaruh terhadap tabiat dan kebermanfaatan kita. Jika ingin baik dekatlah dengan orang-orang baik.

2.     Bergantung kepada kemampuan untuk dituntun
Jika pensil ketika digunakan berontak dan tidak mau mengikuti yang memegang kendali, maka ia bisa saja patah.

Filosofi dari peristiwa tersebut, yaitu ketika kita memiliki ego yang sangat tinggi bahwa kita tidak butuh bantuan orang lain, maka hal tersebut akan menghancurkan kita. Cobalah untuk mempercayai orang yang menuntun kita, membantu kita dan peduli terhadap kita. Niscaya kita akan dimudahkan dalam kehidupan.

3.     Melewati proses yang sakit
Dalam penggunaannya, pensil harus diserut dan meraskan sakit. Namun tak apa, karena untuk mendapatkan hasil tulisan yang maksimal pensil harus diserut.
Begitupun manusia, kita harus mengalami cobaan, ujian, masalah yang sering membuat kita sakit untuk ditempa agar kita menjadi manusia yang dapat maksimal menjalani kehidupan karena sudah sering makan garam kehidupan.

4.     Dilengkapi dengan penghapus
Setiap menulis, pensil tak lepas dari kesalahan. Namun ia mampu mengoreksi kesalahannya karena dilengkapi dengan penghapus.
Selayaknya pun manusia harus demikian. Tak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah. Yang terpenting setelah melakukan kesalahan kita harus segera mengoreksinya dengan cara memperbaiki dan jangan sampai terulang kembali kesalahan tersebut.

5.      Yang paling berharga adalah bagian dalam
Tak peduli seberapa cantik dan menariknya pensil dari luar, ketika digunakan yang dinilai adalah bagian dalamnya.
Tak jauh beda dengan manusia, fisik tidaklah begitu penting, karena dalam menjalani kehidupan hati dan jiwa lah yang menjadi prioritas utama.
6.    Tinggalkan jejak
Semakin lama digunakan, pensil akan semakin pendek dan habis. Maka ketika masih dapat digunakan pensil harus meninggalkan coretan yang berharga dan bermanfaat.
Demikian juga manusia. Usia kita lambat laun akan semakin pendek, maka lebih bijaknya ketika kita masih diberi kesempatan untuk menghirup udara di dunia setiap langkah kita, perkataan kita, dan perbuatan kita haruslah meninggalkan jejak postif.

7.     Patah bukan akhir dari segalanya
Ketika pensil patah, ia masih bisa diserut kembali, walaupun sakit ia rela diserut untuk dapat digunakan lagi.

Ketika manusia gagal, seharusnya kita harus mau menerima rasa pahit itu dan selalu berusaha untuk bangkit walau sakit. Karena gagal bukan akhir dari segalanya jika kita masih mau dan mampu untuk hidup untuk memulai langkah baru.

* hasil gubahan
 
Blogger Templates